Tiga hari lalu, saya dihubungi seorang peminjam inkubator di Boyolali. Katanya lampu inkubator tidak mau mati dan ketika ditanya suhunya ternyata sudah mencapai 38,7 oC. Segera saya minta agar tidak memasukan bayi ke dalam inkubator sementara waktu. Lalu saya bertanya lagi: “Apakah disana ada HP berkamera dan bisa WhatsApp?”. “Ada”, jawabnya. “Tapi punya tetangga. Sekarang masih bekerja dan baru pulang sore hari.”
Sepulangnya ke rumah, dipinjamlah telepon genggam si tetangga. Saya memintanya memotret inkubator dari segala arah: tampak depan-belakang-atas-samping. Ia pun melakukannya dan kemudian mengirimkannya melalui WhatsApp. Tujuannya untuk mengetahui kondisi inkubator dan penyebab masalahnya. 30 menit berlalu, saya mendapati lagi SMS dari si orang tua peminjam tadi,
Pak lampu inkubatornya sudah mau mati dan suhunya sudah turun
Lantas saya pun bertanya, “Mengapa lampunya bisa tiba-tiba mati?”
Setelah saya pindahkan alat SETRIKAAN yang sedang saya pakai disebelah inkubator
Jelasnya dengan sederhana. Ternyata di rumahnya hanya ada satu meja yang digunakan untuk menaruh inkubator sekaligus setrika baju. Antara terharu dan geli saya membaca SMS nya. Saya jelaskan persoalannya, dan setelah itu, saya minta si peminjam mengecek kembali suhu saat lampunya mati dan juga pada saat hidup. Alhamdulillah….. Sudah normal kembali. Padahal saya sudah siap kontak pak Harry Soengkono (agen relawan Solo) untuk segera meluncur ke tempat peminjam di Boyolali. Berarti memang belum rejeki untuk dapat tambahan pahala pada hari itu. Dan ternyata….. Bukan Tragedi.