Suatu pagi saya terima telepon dari seorang Bidan puskesmas.
Bidan : “Apakah benar bapak menyewakan alat inkubator untuk bayi prematur ?”
Saya : “Benar…tapi kami tidak menyewakan, kami meminjamkan inkubator secara gratis untuk bayi prematur yang sudah pulang ke rumah”.
Bidan : “Salah satu pasien saya membutuhkan inkubator untuk bayinya. Beberapa hari lalu sang bayi sudah pulang ke rumah, tapi kemarin terpaksa di bawa kembali ke rumah sakit karena kondisinya yang menurun dan berat badannya turun drastis. Sepertinya sang bayi membutuhkan inkubator untuk di rumah”.
Sungguh! Selama saya jadi relawan, jarang sekali saya menemui Bidan yang begitu peduli dengan pasien bayinya seperti Bidan Desy yg bekerja di Puskesmas Banguntapan ini.
Setelah mendapatkan nomor orang tua bayi, saya pun berkomunikasi dengan mereka. Rencananya bayi akan pulang nanti sore. Saya pun mencoba memastikan apakah mereka akan ambil sendiri inkubatornya ke rumah saya. Dan si ibu menjawab, “Iya, akan kami ambil sendiri.”
Hari semakin sore, dan masih saya tunggu kedatangan mereka. Namun belum ada tanda-tanda kepastian. Saya coba WA kembali sang ibu dan bapak dari bayi, tetapi tak ada respon.
Menjelang magrib, saya hubungi mereka lagi. Itu pun tidak diangkat. Saya mulai gelisah karena beberapa hari ini suhu udara Jogja sedang dingin dan bila sang bayi ternyata sudah di rumah apa yang mereka lakukan untuk menghangatkannya.
Sudah sering saya berhadapan dengan orang tua bayi yang seperti ini. Terlihat kurang respon, tapi sebenarnya mereka itu sedang bingung. Dugaan saya mereka ini tidak punya kendaraan untuk mengambil inkubator ke rumah saya. Bahkan mungkin untuk mengorder taksi online pun mereka sudah tidak ada dana, sedangkan untuk bilang terus terang saja mereka sungkan.
Mungkin sambil mereka berkata dalam hati, “Masa sudah di pinjamin inkubator gratis masih minta diantar pula.” Padahal buat kami para relawan, mengantar dan menjemput inkubator ke rumah bayi itu adalah komitmen bersama kami dengan Yayasan Bayi Prematur Indonesia. Jadi itu hal biasa bagi kami.
Mengingat hari semakin beranjak malam dan tak ada kabar berita dari orang tua bayi, saya mencoba menghubungi Bidan Desy. Barangkali beliau bisa menjadi perantara bagi orang tua bayi. Dan ibu bidan dengan segala daya upaya menghubungi temannya yg tinggal dekat rumah orang tua sang bayi. Akhirnya dapatlah kepastian lewat pesan singkat di WA. Dan persis dugaan saya:
Maaf pak Candra…kami tidak memiliki kendaraan dan tidak ada dana untuk ke tempat bapak
Segera saya tinggalkan Perancis dan Uruguay yang sedang saling serang. Sebab tak terbayangkan keadaan si bayi kecil bila ia akan menggigil kedinginan malam itu. Sambil saya masukkan inkubator ke mobil dan bergegas berangkat menuju rumah si kecil.
Agak sulit memasukkan “Bang Ody” (nama mobil saya) yang bertubuh bongsor ke gang rumah si kecil yang hanya cukup untuk satu mobil. Setelah melalui beberapa kelokan, sampailah di rumah si Kecil. Tepatnya ini kamar kos, bukan rumah, sebab hanya ada 2 ruangan ukuran 3 X 4 meter. Yang depan dipergunakan untuk semua aktivitas -termasuk tidur- dan yang belakang digunakan khusus untuk tidur. Ternyata si kecil ini adalah anak ke 3, sementara kakaknya yang sulung perempuan berusia sekitar 10/11 tahun dan yang laki-laki 5/6 tahun. Sang bapak sehari-hari bekerja sebagai tukang sayur keliling.
Alhamdulillah, inkubator telah sampai ke rumah si kecil. Paginya, saya WA sang ibu untuk bertanya apakah bayinya nyaman di dalam inkubator dan ia berujar, “Nyaman sekali pak”.
Sampai rumah saya melihat Luis Soares sedang tertunduk sedih. Tapi bukan karena melihat kondisi keluarga si kecil.
Demikian laporan singkat Relawan Inkubator Gratis Yogyakarta.
EL CANDRA
Agen Relawan Yogyakarta