Menyusui itu memang harus keras kepala! Bagi saya, berusaha menyusui itu artinya memprioritaskan kepentingan anak. Mereka yang merintangi harus kita tentang. Berhasil atau gagal itu urusan belakang. Yang penting usaha dulu. Dan itu semua sudah saya buktikan selama menyusui kedua anak saya: Bimo, dan kini Bram.
Kalau dulu keluarga begitu getol mendesak susu formula ketika menyusui Bimo, kali ini masalah datang dari Bram sendiri. Masalahnya, ia kerap tidur dan bingung puting; ditambah sempat di rawat di rumah sakit. Namun, saya bersyukur, sebab suami saya sudah sepenuhnya mendukung pemberian ASI pada Bram. Jadi sudah tak risau lagi.
Tekanan
Bagaimana tidak. Waktu itu, tekanan yang saya dapat begitu luar biasa. Rasanya ingin sekali memberontak saat itu. Tapi penyakit saraf kejepit (saat hamil) lah yang mengurungkan niat saya tadi. Beberapa hari lalu, suami saya sempat disarankan para tetua agar memberikan susu formula secara penuh untuk Bram.
Ternyata jawaban suami saya ini membuat saya tersentuh: “Tak perlu. Banyak kok susu ibunya. Rajin diberi ke Bram juga kok. Selama ada ASI buat apa pakai susu formula?” Saya pun sontak menangis. Cara berpikirnya telah berubah. Menjadi lebih baik. Dan itu sudah sebuah kemajuan bagi saya. Padahal ia sangat bersikeras agar saya menggunakan susu formula kala sedang menyusui Bimo di masa lampau. Saya pun tetap ngotot memberi ASI. Bahkan sampai saya harus menunjukan lusinan botol ASI hasil perasan saya sendiri di kulkas sambil berujar, “Kalau ada ASI kenapa harus pakai susu formula sihhh?!” Mengingat kembali masa itu hanya membuat saya terguncang dan tambah cemas.
Terima kasih pada Ibu Bidan. Dan saya masih teringat akan pesannya pada suami saya: supaya selalu membuat saya bahagia, kalau ingin Bram dan Bimo bahagia juga. Pernah ingin menyerah? Ya! Apalagi ketika saya sangat lelah, dan Bram sama sekali tidak mau meminum ASI langsung; malah inginnya pakai dot. Volume perasan langsung menyusut dan susu formula terlintas di pikiran. Saat itulah Allah justru membuat ASI saya jadi banyak -sampai meluber. Dan itu semakin menguatkan tekad saya.
Jalani Saja
Disiplin jadi intinya. Terlebih saat relaktasi karena bingung puting, produksi ASI harus ikut diperbanyak, karena bayi sudah terlalu nyaman dengan dot selama di rumah sakit. Sediakan waktu tiap dua jam untuk memerah ASI: mengosongkan dan mengisinya kembali sesudahnya. Juga waktu lebih melatih bayi meminum ASI langsung: rajin membangunkannya tiap beberapa jam, serta kesabaran ketika bayi Anda masih belum bisa melakukannya. Itu sudah cukup untuk membuat punggung ngilu. Memang demikian resikonya.
Perlu rajin pula melakukan aktivitas fisik seperti peregangan, senam, yoga, dan makan-minum superfood sebagai upaya pencegahan terhadap saraf kejepit saat kehamilan (HNP). Dan bila Anda merasa tidak leluasa melakukan aktivitas lainnya saat harus menghasilkan ASI, pilih saja mana yang harus Anda utamakan lebih dulu (prioritas). Beruntung suplai makanan dingin di rumah saya lebih dari cukup, dan suami saya yang mengurus hal lainnya. Jadi jalani saja.