Dimas Riszaldi, Relawan Inkubator Gratis
Program peminjaman inkubator gratis yang digagas Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Prof Dr Ir Raldi Artono Koestoer bergulir di Kediri. Adalah Dimas Riszaldi, relawan inkubator gratis di Kediri terus mencari bayi – bayi kurang beruntung dan lahir secara prematur agar bisa mendapat bantuan sarana kesehatan secara cuma – cuma.
Senin (23/7) pukul 15.29 WIB. Pesan singkat aplikasi whatsapp masuk ke ponsel milik Dimas Riszaldi. Si pengirim pesan yang merupakan seorang dokter menyampaikan keinginan untuk meminjam inkubator milik Dimas agar bisa digunakan oleh pasiennya yang kurang mampu. Pasien itu tinggal di wilayah Ngronggot Kabupaten Nganjuk. Dimas pun langsung menyanggupi untuk meminjamkan inkubator.
Aktivitas peminjaman inkubator itu sudah dilakoni Dimas sejak Desember 2016. Aktivitas itu dijalani pria yang sehari – hari bekerja sebagai SME Area Credit Manager BTPN Kediri setelah bergabung dengan program relawan inkubator gratis. “Saya kenal program ini dari rekan kerja di kantor Surabaya. Beliau mengajak saya untuk berbagi, terutama untuk menyelamatkan bayi – bayi dari keluarga pra sejahtera yang lahir prematur,” ujarnya.
Alumnus Fakultas Ekonomi Akuntansi UPN Surabaya itu lantas mengumpulkan berbagai informasi tentang program itu. Dia juga meminta pertimbangan istrinya sebelum memutuskan bergabung. Setelah memantapkan niat, pada Oktober 2016, dia “melamar” untuk bergabung menjadi relawan inkubator gratis. Namun “lamarannya” itu tak serta merta disetujui. Baru sekitar 2 bulan kemudian, dia lolos menjadi relawan. Dia pun membeli dua unit inkubator yang akan dipinjamkan secara gratis kepada yang membutuhkan. “Ada berbagai persyaratan. Misalnya saya harus mengirimkan curriculum vitae. Mungkin juga Profesor Raldi menggali informasi tentang saya dari rekan kerja yang memberikan informasi awal program ini,” imbuh Dimas.
Program ini memang fokus untuk memberikan pinjaman inkubator secara gratis. Hal ini dilatarbelakangi banyaknya bayi-bayi, khususnya dari keluarga pra sejahtera, yang lahir prematur atau dikenal dengan istilah neonatus kurang bulan (NKB). Bayi – bayi seperti ini harus mendapatkan penanganan khusus karena rawan terkena berbagai komplikasi akibat belum dapat menyesuaikan diri dengan suhu di luar kandungan.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) mencatat, pada 2010 ada 15 juta bayi yang lahir secara prematur di seluruh dunia. Bayi – bayi itu harus mendapatkan penanganan medis dengan biaya yang mahal. Bayi prematur harus menerima perawatan neonatal intensive care unit (NICU) atau biasa disebut tabung inkubator selama satu bulan. `Biayanya cukup tinggi berkisar antara Rp 500 ribu hingga Rp 2 juta per hari.
Dimas, sapaan akrabnya, terdaftar sebagai relawan inkubator gratis pada bulan Desember 2016. Selang satu bulan kemudian dua inkubatornya datang dan siap dipinjamkan. Namun dia sempat resah karena belum ada yang meminjam inkubatornya. Padahal, dia sudah mensosialisasikan inkubator gratisnya melalui media sosial. Selain itu, dia juga membuat poster yang dia cetak dan disebarkan ke bidan – bidan.
Seakan tak kenal putus asa, di waktu luangnya dia terus mensosialisasikan inkubator gratis itu. Baru tiga bulan kemudian, tepatnya pada Maret 2017, usahanya membuahkan hasil. Ada satu peminjam inkubator gratis. “Awalnya sempat bingung, kok belum ada yang minjam sama sekali,” kenang ayah dua anak tersebut.
Kali pertama mendapatkan peminjam, dia mengaku begitu senang. Namun, di lain sisi rasa bingung juga muncul. Pasalnya, peminjam beralamatkan di Ponorogo, sedangkan dia saat itu sedang berada di Kediri dan kondisi isterinya sedang hamil. “Selalu ada jalan untuk kebaikan. Saat itu kebetulan mertua saya mau pulang ke Pacitan. Wah, pas sekali piker saya, kan kalau ke Pacitan melewati Ponorogo. Akhirnya saya titipkan mertua saya,” ucapnya. Dia menceritakan, setelah peminjam pertama, permintaan untuk meminjam inkubatornya terus mengalir. Tak hanya di wilayah Kediri saja, mulai dari Blitar, Malang, hingga Surabaya terus bermunculan. “Sistemnya estafet, kalau di relawan Blitar inkubatornya terpakai semua, pasti dari sana kontak relawan terdekat untuk meminjam stok inkubator yang ada,” katanya.
Terhitung sejak menjadi relawan, sudah sebanyak 16 kali inkubatornya dipinjamkan. Silih berganti, dua buah inkubator yang dia miliki terus bergulir. Biasanya inkubator tersebut dipinjam dua minggu hingga satu bulan lebih. Lamanya waktu peminjaman menyesuaikan kondisi berat badan bayi. “Rata – rata satu bulan sudah kembali. Dalam masa penggunaannya, saya terus kontak dengan peminjam untuk membantu memantau berat badan bayi. Inkubator yang saya pinjamkan juga tersedia timbangan sehingga mempermudah untuk memantau tumbuh kembang bayi yang menggunakan inkubator tersebut.” ucapnya.
Aktivitas tersebut dia lakukan dengan sepenuh hati. Satu demi satu peminjam dia layani. Peminjam hanya perlu konfirmasi melalui aplikasi whatsapp nya untuk mengirimkan alamat lengkap. Setelah itu dia bergegas mengirimkan inkubatornya. Tak hanya melayani pengiriman, dia juga siap menanggung perbaikan jika terjadi kerusakan pada inkubator. Dan semuanya gratis, tanpa dipungut biaya sepeserpun “Inkubatornya berat. Jika dibawa menggunakan sepeda motor tidak akan bisa. Peminjam saya mintai alamat lengkap, lalu saya antarkan sendiri,” tuturnya.(yachya muchamad)
Indahnya Melihat Mereka Bahagia
Ada banyak pengalaman yang dirasakan oleh Dimas Riszaldi selama menjadi relawan inkubator gratis. Semua itu dia lalui dengan senang hati. Menurutnya, saat bisa membantu mereka, ada kebahagiaan tersendiri yang dirasakan.
Pengalaman unik sempat dia alami ketika ada peminjam dari daerah Krian,Sidoarjo. Karena hanya memiliki waktu senggang di malam hari, dia berniat untuk segera mengirimkan inkubatornya ke rumah peminjam. Namun, si peminjam justru meraga ragu dan kurang yakin kepadanya. “Dikiranya bohongan, karena tidak dipungut biaya sepeser pun. Saya kirim malam, soalnya paginya saya bekerja,malah seperti kurang percaya. Sesampainya di sana saya ditunggu banyak orang, kondisinya ramai dan saya senyum – senyum sendiri, “ katanya.
Masih banyak pengalaman lain yang dirasakan Dimas. Namun yang paling berkesan baginya adalah masih tersambungnya tali silaturahmi antara dia dengan para peminjam inkubator. Beberapa diantara peminjam bahkan masih sering mengirimkan WA berisi foto bayi mereka yang sudah sehat setelah menjalani perawatan dengan inkubator gratis. “Sekarang mereka seolah menjadi kerabat saya sendiri,” ucapnya.
Tak hanya pengalaman. Dimas juga mendapatkan banyak pelajaran moral selama menjalankan tugasnya sebagai relawan. Salah satunya kemudahan untuk menjalankan niat baik. Ini begitu dirasakan ketika dia hendak memulai pengabdiannya sebagai relawan.
Beberapa saat sebelum lolos menjadi relawan, istrinya dinyatakan hamil. Padahal selama 3,5 tahun sejak menikah, mereka menunggu kedatangan sang buah hati. Kemudahan demi kemudahan terus dirasakan. Misalnya pada saat sibuk atau sedang menghadapi kepentingan lain dan dia harus mengirimkan inkubator, selalu ada jalan. “Kalau kita ada niat baik, rasanya ada saja kemudahan dan kelancaran,” ucapnya penuh syukur.
Hal lain yang dirasakan adalah kepuasan tersendiri ketika dia dan keluarganya merasa bahagia saat mengambil inkubator yang sudah rampung penggunaannya. Kebahagiaan yang tak ternilai saat melihat mereka tersenyum bahagia. “Ada kebangaan tersendiri saat kita bisa menjadi bermanfaat bagi mereka,” katanya.
Semua itu dia lakukan sendiri, pernah sekali saat mengantar inkubator ke Malang dia mengajak iisteri dan ke dua anaknya. Namun, dia rasa kurang optimal, karena tidak bisa sekali perjalanan. “Mungkin, kalau anak – ank sudah agak besar, isteri saya akan menemani,” tuturnya. (*)